Universitas Andalas Tersandung Kasus Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual pada mahasiswi lagi mengguncang Universitas Andalas. Setelah kasus pasangan sejoli berasal dari Fakultas Kedokteran yang pas ini ditangani Kejaksaan Negeri Padang, kali ini kasus pelecehan berjalan di Fakultas Hukum.
Informasi tersebut menyebar melalui akun yang menyebutkan bahwa seorang dosen Fakultas Hukum berinisial Z diduga melakukan pelecehan seksual pada sejumlah mahasiswi. Kejadian ini terungkap sehabis salah satu korban berinisial S mengungkapkan kegelisahannya di fasilitas sosial.
Berdasarkan pernyataan S, terduga pelaku yang belum menikah tersebut udah melakukan pelecehan pada sebagian mahasiswi yang mengambil mata kuliahnya. Korban S mengungkapkan bahwa pelecehan udah berjalan sejak awal semester genap tahun 2023 dikala Z menjadi pengajar mata kuliah yang disita oleh korban S.
“Saya bukan hanya satu mahasiswi yang diganggu, masih banyak yang mengalami perihal serupa. Mereka termasuk mengalami pelecehan atau difoto, apalagi ada yang diminta foto berdua lantas foto tersebut dijadikan profil WhatsApp oleh pelaku. Pelaku yang diduga udah menerima surat peringatan berasal dari pimpinan universitas sebelumnya, masih melakukan tingkah laku yang sama. Korban menjadi terganggu dengan kalimat dan perlakuan yang dijalankan oleh Z, layaknya “Bapak senang ketemu mertua?” atau “Kenapa tidak dengan Bapak saja?. Korban menjadi takut tiap-tiap kali pergi ke fakultas dikarenakan takut bersua dengan pelaku. “Karena jika pelaku memandang saya, dia tentu akan memanggil saya,” tutur S kepada akun.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas Memberikan Klarifikasi
Dilansir dari https://bkipmambon.com/ Menanggapi kasus tersebut, Dr. Ferdi, SH, MH, dekan Fakultas Hukum Unand, segera memberikan klarifikasi tentang beredarnya berita dugaan pelecehan seksual pada mahasiswi Fakultas Hukum Unand. Ferdi menyebutkan bahwa pimpinan Fakultas Hukum Unand udah menerima Info dan aspirasi berasal dari aliansi mahasiswa Fakultas Hukum Unand tentang dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh mahasiswi Fakultas Hukum. Berdasarkan Info yang disampaikan oleh mahasiswi yang diduga menjadi korban, oknum dosen tersebut menggoda mahasiswi di kelas dan gunakan kalimat-kalimat godaan layaknya “Menanyakan anak ke berapa, tinggal di mana, supaya Bapak bisa ketemu mertua, Bapak cemburu,” yang membawa dampak korban tidak nyaman. “Sebagai pimpinan di institusi, kami menghargai asas praduga tak bersalah dan menganut nilai-nilai hukum serta etika yang tinggi. Kami udah melakukan serangkaian tindakan awal,” ujar Ferdi.
Pimpinan Fakultas Hukum udah memeriksa dan meraih info awal berasal dari mahasiswi yang mengungkapkan dugaan pelecehan seksual melalui fasilitas sosial. “Kami akan melakukan pengecekan pada dosen yang mengenai cocok dengan Peraturan Rektor Unand Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kode Etik Dosen dan Mahasiswa,” tegas Ferdi.
Informasi Yang Diberikan Narasumber Kepada Wartawan
Ferdi menekankan bahwa pelecehan seksual adalah tindakan yang tidak bisa diterima, melanggar hukum, serta merusak etika akademik dan nonakademik yang mesti dijunjung tinggi di instansi pendidikan tinggi.
“Fakultas Hukum tetap terbuka untuk menerima pengaduan atau laporan dugaan pelecehan seksual berasal dari warga Fakultas Hukum dengan memelihara kerahasiaan identitas pengadu atau pelapor,” tambah Ferdi.
Universitas Lampung Kukuhkan Dua Guru Besar Hukum
Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., I.P.M., mengukuhkan dua dosen Fakultas Hukum (FH) Unila sebagai guru besar didalam Rapat Luar Biasa Senat Universitas Lampung yang digelar di Gedung Serbaguna Unila, Selasa, 13 Juni 2023.
Kedua guru besar tersebut adalah Prof. Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., dengan gelar Guru Besar Bidang Ilmu Hukum dan Prof. Dr. Nunung Rodliyah, M.A., dengan gelar Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Islam.
Acara pengukuhan ini termasuk dihadiri Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana, jajaran pimpinan Unila, rektor senior, ketua Ikatan Alumni FH Unila, dan termasuk tamu undangan berasal dari beragam instansi dan lembaga.
Pada kesempatan ini, Prof. Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., memberikan orasi ilmiahnya berjudul Membangun Rezim Anticyber Laundering di Indonesia: Inovasi Hukum di Era Digital. Ia menjelaskan, masa digital pas ini mengundang tantangan baru didalam pemberantasan tindak pidana pencucian duwit (TPPU) yang dijalankan melalui fasilitas siber atau cyber laundering.
Perilaku pencucian duwit menjadi rumit dan susah dilacak dikarenakan pelaku gunakan dunia maya untuk melakukan transaksi keuangan tanpa mesti datang ke bank, lumayan gunakan fasilitas m-banking dan fasilitas siber lainnya.
Kemudahan yang di sedia kan instrumen keuangan digital tersebut berimplikasi pada modus operandi tindak pidana pencucian duwit (TPPU) melalui fasilitas siber yang dikenal dengan arti cyber laundering, yakni suatu cara untuk mencuci duwit yang didapat berasal dari hasil kejahatan dengan mempergunakan teknologi tinggi baik itu internet atau proses pembayaran secara elektronik.
Regulasi antipencucian duwit di Indonesia sebetulnya lahir jauh sebelum masa digitalisasi (UU No. 8/2010). Namun fenomena ini ada sejak tahun 2015 dan udah terdeteksi usaha menyembunyikan duwit hasil tindak pidana melalui transaksi bitcoin di Indonesia. Salah satu umpama kasusnya adalah kasus korupsi PT. Asabri dengan tiga tersangka yang diduga menyembunyikan hasil korupsinya didalam bentuk bitcoin.
Isu tentang cyber laundering amat menarik dan perlu untuk menjawab tantangan penegakan hukum di masa digital pas ini didalam tatanan norma hukum Indonesia.
Risiko cyber laundering didalam masa revolusi digital amat tinggi, supaya kebijakan antipencucian duwit mesti berinovasi. Terlebih lagi cyber laundering belum diatur secara tertentu didalam regulasi hukum pidana di Indonesia.
Adapun konstruksi rezim anticyber laundering di Indonesia yang bisa dijalankan di antaranya, PPATK mesti diberi kewenangan lebih yakni kewenangan sebagai penyidik TPPU, mengharmonisasikan mekanisme pelaporan dan pengawasan, memperkuat kerja serupa internasional, membangun digital identification system yang mutakhir, pemberdayaan teknologi pada tiap-tiap instansi yang tentang dengan pencucian uang, dan termasuk keputusan tertentu tentang cyber laundering.
Selanjutnya Prof. Dr. Nunung Rodliyah, M.A., dengan orasi ilmiahnya berjudul Peran Hakim Peradilan didalam Mewujudkan Keadilan Substantif: Perspektif Islam menguraikan, Islam memberikan konsekuensi besar bagi seorang hakim.
Menurut Islam, seorang hakim yang adil dan jujur bisa meraih surga yang penuh dengan kenikmatan, tengah seorang hakim yang zalim dan curang bisa meraih neraka yang penuh dengan siksaan. Siksaan itu tidak bisa menyusut sedikit pun selama-lamanya.